Senin, 09 November 2015

Seuntai Mimpi (Kado Wisuda)

Tak terbesit sedikit dalam hati
Semua serasa seperti mimpi
Sampai saat ini merasuk nurani
Ketika terbitnya mentari pagi
Mengantarku sejauh perjalan ini
Hingga akhirnya ku terpaku membisu
Di tengah jalan yangberliku
Kerikil demi kerikil melukai tapakku
Nyaris ku tak tahan seketika ketika itu

Ibunda motivasihidupku
Ayahanda penyemangat juangku
Cintaku yang menjadi malaikat kananku
Sahabat yang selalu ada kala itu
Penghina cambuk baru dalam hatiku
Semua bagai cahaya baru dalam diriku
Membuat bangkit dari ketepurukanku
Dari hancurnya kepingan cita-citaku

Alhamdulillah, puji syukur seruku
Sebuah langkah usai kulalui sejalan waktu
Satu cita telah ku gapai dalam hidupku
Hal yang tak mungkin terfikir dalam khazana itu
Namun…
Itu bukan akhir dari perjalananku
Melainkan awal dari satu osesiku

Ibunda….. ayahanda..
semua ini kuhadiahkan untukkmu
semua atas cinta dan kasih sayangmu
Setiap pengorbanan yang ku dapat darimu
Tak mungkin terbayar selama hidupku
Mungkin ini semua jawaban atas doa

ku letakkan toga di atas panorama
Akankan aku berbeda???
Dengan mereka yang berstatus siswa
Dan  tak mengenyam bangku sekolah
Lebih berguna, lebih mulia, atau lebih dewasa
Atau…. Aku justru sama seperti mereka
Atau malah semakin gelap dibawanya

Aku tak ingin seperti toga
yang Sekali dipakai, selamanya pengangguran
Besar harapku, Allah selalu memudahkan setiap langkahku
Memberikan kesuksesan padaku,
Untuk membahagiakan kedua orang Tuaku

Sampai ku Tiada

ragaku lelah seolah tak berdaya
rasa takut membelenggu dalam jiwa
dalam do'a ku berharap jalani hidup kita lebih lama
menikmati cinta yang kita bangun bersama

sayank.....
jaga cintaku hinggaku menutup mata
hingga nafas terakhirku di dunia
ku ingin engkau selalu ada
dalam keadaan suka nan duka

sayank...
jangan pernah siratkan air mata
lupakan masa lalu yang pernah menyayat jiwa
karena hadirku kan membuatmu bahagia

sayank...
jika kita bersama, tersenyumlah
ku kan senantiasa menjagamu dalam kesabaran
hanya satu pintaku padamu
jangan khianati ketulusan yang ku punya
karena cintaku padamu tulus dan apa adanya

Dulu dan Sekarang

Dulu……..
Waktuku di jenjang sekolah
Ku sempat ingin
Ingin kuliah tuk menjemput mimpi
Meski  semua  tak pasti,
Mengikuti alur sang waktu bergulir
Yang akhirnya menjadi sebuah takdir

Dulu……..
Ingin ku menyandang gelar
Gelar yang dapat menjadikan ku orang besar
Memakai sebuah toga bersama impian
Mempunyai banyak pengetahuan
yang dapat disebar luaskan
bersama-sama teman tercinta

sekarang…….
Semua hancur seketika
Semua harapan pupus sudah
Tangis air mata tk terurai bias
Ini lebih dari putus cinta
Pahit tak kuat di relung jiwa

Sekarang…….
Pola fikir primitive itu semakin berkuasa
Menguasai mereka tuk menghancurkan duniaku
Yang akhirnya batinku menerima dalam sandiwara

Sekarang……..
Hanya ada tuntutan tuk bekerja
Bukan mengejar cita-cita
Akulah yang faham pertengkaran itu
Sebabku yang salah memaksakan yang tak bisa

Dulu dan sekarang…….
Batinku selalu bertanya?
mengapa ku tak telahir dari kalangan bangsawan??
Atau dari kalangan saudagar yang kaya raya?
Mungkinkah ini sebuah takdir yang harus ku terima?
Begitupun aku harus bersyukur dalam keadaan pahit yang menyiksa

Sketsa Rindu

Malam yang semakin menepi

disudut gelap hati ini

melukiskan seribu wajah

takkan terlupakan walau tak ada bayangan

selalu teringat dalam imajinasi penuh rasa

yang biasa tertatap gedung kuning biru dalam keramaian



Gerit daun pintu posko, dan kota tua yang begitu gersang,

pasar 2 dan 4 istana yang tak terlupakan

50 kota kenangan tanpa jajanan

deretan pantai berjuta kenangan

ku gambar sketsa pilu dan rindu berkumpul dalam memoryam



Ingin kubaca gurat-gurat makna pada mata yang senja,

Ini sebuah sketsa yang tak bisa ku hapuskan

membuat sedih tanpa isyarat untuk melupakan

tak mengundang kesedihan melainkan penuh rasa kerinduan

terbayang olehku sketsa kisah yang tak mampu kugambarkan



Keterbatasan perasaan, tersekat dalam kenangan

menunggu bait setiap goresan

ditemani lirik dalam lisan

mentari terlalu lambat kau datang

hanya bintang dan sang rembulan yang mengerti

saat malam jumat gerimis yang selalu datang

bahwa hati telah merindukan waktu yang tak terulang



kini kertas putih bertinta hitam

dalam hati yang diam

menunggu akhir dari sebuah jeritan

disetiap detik ku ingin mengulang

satu cerita hidup yang begitu berkesan

dan tak mungkin lagi akan terulang

sebab ku masih menyimpan rindu yang mendalam